- Pertama : Manusia mencintai dirinya sendiri, keharmoniannya, hartanya, eksistensinya dan tidak menyukai perkara-perkara yang sebaliknya yang sifatnya merosak, meniadakan atau pun mengurangkan.
Ini merupakan tabiat setiap makhluk hidup dan susah digambarkan dapat berpisah darinya. Beerti hal ini menuntut adanya cinta kepada Allah swt. Jika manusia mengetahui Tuhan-nya tentu akan mengetahui secara pasti bahawa keberadaan dan kesempurnaannya berasal dari Allah swt, bahawa Allah-lah yang menciptakan sesuatu baginya dan menciptakan dirinya yang sebelumnya tidak ada. Seandainya bukan kerana kurnia Allah swt tentu dia tidak akan ada. Tadinya dia adalah kurang. Berkat kurnia Allah swt, dia pun menjadi sempurna. Oleh kerana itu Al-Hassan Al-Basri berkata: “Siapa yang mengetahui Tuhan-nya nescaya akan mencintai-Nya dan siapa yang mengetahui dunia nescaya akan menjauhinya.”
Bagaimana mungkin dapat digambarkan seseorang mencintai dirinya tetapi tidak mencintai Tuhan-nya yang menjadi sandaran dirinya?
- Kedua : Tabiat manusia mencintai orang yang berbuat baik, mengasihi, melindunginya, menghalau musuh-musuhnya dan membantunya meraih segala apa yang dicita-citakan.
Tentu saja dialah kekasih yang sesungguhnya. Jika manusia menyedari benar hal ini maka dia akan tahu bahawa yang paling banyak berbuat baik kepadanya adalah Allah swt semata. Kebaikan-Nya tiada terkira, sebagaimana firman-Nya :
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.” (An-Nahl : 18)
Kami telah menghuraikan masalah ini dalam fasal syukur. Tetapi perlu kami tegaskan sekali lagi bahawa kebaikan yang berasal daripada manusia hanya sekadar kiasan semata. Pada hakikatnya yang berbuat baik adalah Allah swt.
Gambaran secara jelas, ada seseorang yang menyerahkan seluruh simpanan dan miliknya kepadamu. Dia membenarkan kamu menggunakan semua itu untuk apa pun yang kamu kehendaki. Tentu kamu menyangka kebaikan itu berasal daripada orang tersebut. Ini jelas salah. Kebaikan orang itu ada berkat limpahan harta Allah swt, berkat kekuasaan Allah swt terhadap harta itu dan berkat dorongan Allah swt untuk memberikan seluruh hartanya. Siapa yang membuat orang itu mencintaimu, memilih dirimu dan membuatnya berfikir bahawa kebaikan agama dan dunianya adalah dengan cara berbuat baik kepadamu?
Seandainya tidak ada semua ini tentu orang itu tidak akan menyerahkan hartanya kepadamu. Seakan-akan dia dipaksa untuk menyerahkan hartanya kepadamu dan dia tidak dapat menolak. Jadi yang berbuat baik adalah yang telah memaksa orang itu untuk menyerahkan seluruh miliknya kepadamu. Dia tidak ubahnya pemegang kunci gudang raja yang diperintahkan memberikan sesuatu kepada seseorang. Pemegang kunci itu tentu tidak akan dilihat sebagai orang yang berbuat baik.
Ini kerana dia hanya sekadar ditugaskan atau dipaksa taat kepada raja. Andaikata raja membiarkannya, tentu dia tidak dapat berbuat apa-apa. Begitu pula setiap orang yang berbuat baik. Seandainya Allah swt membiarkan dirinya, tentu dia tidak akan mengeluarkan sesuatu apa pun sehingga Allah swt mendorongnya untuk mengeluarkan sesuatu. Oleh itu, orang yang memiliki makrifat tidak boleh mencintai sesuatu kecuali Allah swt semata. Kebaikan mustahil datang daripada selain Allah swt.
- Ketiga : Menurut tabiat manusia, orang yang pada dasarnya baik dapat saja menjadi orang yang dicintai, meskipun kebaikannya tidak sampai kepada dirimu.
Jika kamu mendengar khabar bahawa ada seorang raja di suatu negeri yang jauh dikenali sebagai raja yang adil, ahli ibadah, menyayangi manusia dan lemah-lembut kepada mereka, tentu kamu akan mencintainya dan kamu akan condong kepadanya. Yang demikian ini pun menuntut cinta kepada Allah swt. Bahkan menuntut untuk tidak mencintai selain Allah swt kecuali jika dikaitkan dengan suatu sebab. Allah-lah yang berbuat baik kepada segala sesuatu secara keseluruhan dengan cara menciptakan dan menyempurnakan semuanya, daripada yang kecil sehingga yang besar, berupa nikmat yang tidak terbilang jumlahnya, sebagaimana firman-Nya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.” (An-Nahl : 18)
Lalu bagaimana mungkin selain Allah swt disebut orang yang berbuat baik, padahal kebaikan orang yang berbuat baik itu berasal daripada sekian banyak kebaikan kekuasaan-Nya? Barangsiapa yang memikirkan hal ini tidak akan mencintai kecuali Allah swt semata. Dapat pula kami katakan, setiap orang yang memiliki ilmu atau kekuasaan atau terhindar sifat-sifat yang tercela patut dicintai. Sifat para siddiqin yang dicintai manusia kembali kepada pengetahuan mereka tentang Allah swt, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, syariat-syariat nabi-Nya, kemampuan mereka membenahi diri mereka dan usaha mereka menjauhi segala kehinaan dan keburukan. Sifat-sifat seperti ini pula para nabi dicintai. Jika sifat-sifat ini dinisbatkan kepada sifat-sifat Allah swt maka ia terlalu kecil.
Adapun tentang ilmu, maka ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang belakang semuanya berasal daripada ilmu Allah swt yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi meski seberat atom yang lepas daripada ilmu Allah swt. Kemudian Allah swt berseru kepada semua makhluk:
“Dan tiadalah ilmu yang diberikan kepada kamu melainkan hanya sedikit.” (Al-Isra’ : 85)
Seandainya seluruh penghuni langit dan bumi berhimpun untuk menyamai ilmu dan hikmah Allah swt di dalam merinci penciptaan seekor semut atau nyamuk, tentu mereka tidak akan sanggup melakukannya dan sekali-kali tidak dapat mencapai seperti ilmu-Nya. Ini kerana sedikit kekuasaan yang dimiliki manusia tentang suatu ilmu yang diturunkan Allah swt. Kelebihan ilmu Allah swt ke atas ilmu seluruh makhluk sudah terkeluar dari batasan. Ilmu Allah swt tiada batas akhirnya.
Kekuasaan juga merupakan sifat kesempurnaan. Jika kekuasaan seluruh makhluk dinisbatkan kepada kekuasaan Allah swt, maka kamu mendapati orang yang paling perkasa, paling luas wilayah kekuasaannya, paling hebat kekuatannya, paling mampu mengatur dirinya sendiri dan orang lain, kekuasaannya tercermin di dalam sifat-sifat dirinya dan kemampuannya melalu segala rintangan, tetap saja tidak mampu mengatur mudharat dan manfaat bagi dirinya sendiri, tidak mampu mengatur mati, hidup dan tempat kembalinya, bahkan tidak sanggup menjaga matanya daripada kebutaan. Tidak mampu menjaga lidahnya daripada kekeluan, tidak mampu menjaga telinganya daripada ketulian, tidak mampu menjaga badannya daripada penyakit, lebih-lebih lagi menjaga satu biji atom yang ada dalam tubuh makhluk.
Dia tidak memiliki kekuasaan mengatur dirinya sendiri dan orang lain. Jadi kekuasaan itu tidak berasal daripada dirinya sendiri, tetapi Allah-lah yang menciptakan dirinya dan menciptakan kekuasaannya serta menciptakan sebab-sebab yang melatarbelakangi semuanya itu. Seandainya Allah swt menjadikan seekor nyamuk berkuasa, tentu ia sanggup mematikan raja yang paling berkuasa dan paling kuat. Seorang hamba tidak memiliki kekuasaan apa pun kecuali daripada tuannya.
Allah swt telah berfirman tentang hak penguasa bumi yang paling agung, iaitu Zulqarnain:
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” (Al-Kahfi : 84)
Semua kerajaan dan kekuasaan tidak mungkin terjadi kecuali kerana anugerah Allah swt. Ubun-ubun seluruh makhluk ada di tangan Allah swt dan kekuasaan-Nya. Jika Allah swt membinasakan mereka semua, tidak ada sedikit pun daripada kerajaan dan kekuasaan-Nya yang berkurangan. Seandainya Allah swt menciptakan seribu kali lebih banyak daripada jumlah makhluk yang ada, maka itu tidak akam memberatkan-Nya. Tiada ada yang berkuasa kecuali Dia.
Milik-Nya segala kesempurnaan, keagungan, kebesaran dan kekuasaan. Jika digambarkan bahawa kamu mencintai seseorang yang berkuasa kerana kesempurnaan kekuasaan, keagungan dan ilmunya, tentu yang lain tidak patut mendapatkan cinta itu. Sementara tidak dapat digambarkan bahawa kesempurnaan kesucian melainkan hanya milik Allah swt semata-mata.
Dialah satu-satunya penguasa, yang tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada yang menyamai-Nya. Dialah tempat bergantung yang tidak pernah goyah, Yang Maha Kaya dan tidak mempunyai keperluan, Yang Berkuasa dan mampu berbuat menurut kehendak-Nya, menetapkan hukum seperti yang diinginkan-Nya, tidak adak yang dapat menolak hukum-Nya, tidak ada yang dapat merintangi qadha’-Nya, yang Maha Mengetahui dan tidak ada sesuatu sekecil apa pun di langit dan di bumi yang lepas daripada pengetahuan-Nya.
Kesempurnaan pengetahuan orang-orang yang memiliki pengetahuan adalah mengakui kelemahan pengetahuannya. Allah-lah yang selayaknya mendapatkan cinta sejati.
source: http://nurjeehan.hadithuna.com/