Saturday, October 30, 2010

Ketika Kesunyian Datang


Sahabat, mungkin kita pernah merasakan kesunyian melanda sanubari. Yang ketika hal itu terjadi, kita merasa diri kita ini amat hampa, ada yang seakan hilang entah kemana atau pergi mengembara jauh ke sana. Hati terasa begitu tersiksa sehingga di malam hari pun kita selalu terjaga.

Sahabat, bila hal itu terjadi tatkala kita merasa tidak seorang pun yang dapat memahami kita, tidak ada tempat untuk berbagi cerita, berbagi duka, dan berbagi rasa. Hidup akan terasa semakin tersiksa hingga tak lagi bermakna.

Sahabat, bila itu yang kita rasakan. Mungkin ada yang selama ini kita lupakan. Bahwa ketika kita sadar dari mimpi dan tertegun dalam kesunyian, disaat itu sebenarnya Allah ada. Ia selalu memantau dan menemani kita dengan kasih sayang yang begitu dalam. Ia akan selalu mengiringi tidur kita yang sepi dan menjaga diri kita yang lemah ini.

Namun, hal itu hanya bisa terjadi bila kita mau meyakini bahwa Allah itu benar adanya dan tentunya namaNya tertera dalam hati kita. Dengan kata lain, kita mau mengimani dan mencintaiNya dengan sepenuh jiwa.

Pernahkah kita menyadari hal itu?

Betapa Allah telah memberikan begitu banyak nikmat dan anugerah kepada kita. Allah telah membuat hati yang muram menjadi bersahaja, yang suram menjadi bercahaya, yang lugu menjadi dewasa, dan yang kerdil menjadi raksasa. Sepertinya kita tidak boleh larut dalam kesedihan, karena boleh jadi Allah menganugerahkan rasa sepi dalam hati kita untuk menguji betapa kuat cinta kita. Sehingga dengan sepi itu kita mampu lebih khusyu' mendekatiNya.

Sahabat, disaat seperti itulah, kita harusnya melakukan perenungan yang lebih panjang dan mendalam untuk berkaca dan mengamati apa yang ada di hati kita. Adakalanya hati kita tidak sanggup lagi menahan duka kesepian itu, sehingga jiwa merasa pedih dan sedih. Dan kita terpaksa harus membiarkan air mata mengalir membasahi pipi kita. Bila itu yang terjadi, maka biarkanlah! Berikan kesempatan bagi hati untuk menangis, membebaskan kegelisahannya, mengungkapkan keluh kesahnya, dan mengeluarkan beban yang begitu berat ditanggungnya.

Namun niatkanlah tangis itu untuk Allah semata, niatkanlah tangis itu untuk mengadu padaNya, sebagai tanda bahwa kita sayang dan bergantung padaNya. Ingatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, "Allah memberikan kita air dengan hujan dan menebarnya di tujuh samudera, sementara ia hanya meminta beberapa tetes dari air mata kita dan itupun kita masih saja enggan memberikannya."

Sahabat, tidak ada yang sia-sia dari setiap takdir yang telah Allah tentukan bagi umatNya, selalu ada manfaat dalam ciptaanNya, selalu ada kemudahan setelah kesulitan, dan selalu ada balasan setelah penghitungan. Segalanya telah diatur sesuai kadar kemampuannya masing-masing. Tinggal bagaimana kita mau bersungguh-sungguh menjadikan semua itu sebagai proses pembelajaran guna meningkatkan potensi diri atau hanya berpangku tangan menunggu keajaiban datang. Jangan mimpi di siang hari, sahabatku!

Sahabat, ada baiknya kita ucapkan saja selamat tinggal duka, pupuskan semua rasa kecewa, angankan kembali cita-cita, besarkan hati dan pertebal rasa percaya diri serta bersungguh-sungguh berusaha dan berdo'a. Insya Allah kesuksesan telah menanti. Jadi untuk apa bersedih? Raih kebahagiaanmu sekarang juga!

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya orang mukmin itu adalah orang yang luar biasa. Seluruh perkara dalam hidupnya bernilai positif baginya. Ketika mendapatkan kemudahan maka dia bersyukur. Sesungguhnya itu baik (positif) baginya. Dan ketika mendapatkan kesulitan maka dia akan bersabar dan itupun baik (positif) baginya."

Penulis : Wawan Irawan 
Beranda @ KotaSantri.com

source: http://ainnurhuda.multiply.com/journal/item/25

Thursday, October 21, 2010

Kesempurnaan Taubat dan Kontinuitinya



27 Feb 2007
Dr. Yusuf al Qardhawi

Imam al Ghazali berkata:
Telah kami katakan sebelumnya bahawa taubat adalah suatu penyesalan yang membawa kepada tekad dan keinginan kuat untuk tidak melakukan dosa lagi. Dan penyesalan itu dihasilkan oleh ilmu atau pengetahuan bahawa kemaksiatan yang ia lakukan itu menjadi penghalang antara dia dengan yang dicintainya. Dan seluruh pengetahuan, penyesalan dan tekad itu harus terus dipertahankan dan dengan sempurna pula. Tentang kesempurnaan dan kontinuitinya itu ada tanda-tandanya. Oleh kerana itu harus dijelaskan.

Sedangkan ilmu pengatahuan itu, didapatkan dengan memperhatikan sebab taubat yang akan kami jelaskan nanti.

Penyesalan adalah sesuatu yang menyakitkan hati ketika menyedari kehilangan yang ia senangi. Tanda-tandanya adalah terus merasa menyesal dan sedih, air mata berlinang dan terus menangis dan merenung. Jika suatu ketika ia mendengar hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada anaknya atau salah seorang yang ia cintai, nescaya ia akan merasakan kepedihan dan tangis yang mendalam. Kemudian, siapa lagi yang lebih ia cintai selain dirinya sendiri? Dan hukuman apa lagi yang lebih berat dari neraka? Tanda apa lagi yang lebih menunjukkan akan turunnya hukuman itu selain kemaksiatan yang ia lakukan? Serta siapa lagi yang lebih benar dari Allah SWT dan Rasul-Nya dalam memberikan berita? Jika seorang doktor memberitahukannya: bahawa penyakit anaknya adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan ia akan mati kerana sakitnya itu, tentunya ia akan segera merasakan kesedihan yang sangat. Walaupun anaknya itu tidak ia cintai lebih dari dirinya sendiri. Dan tidak ada doktor yang lebih tahu dan ahli dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Serta kematianpun tidak lebih pedih dari neraka. Juga sakit itu tidak lebih sah menunjukkan akan kematian daripada kemaksiatan yang menunjukkan kemurkaan Allah SWT, dan yang akan menyeretnya ke neraka. Penyesalan itu, selama dirasakan lebih keras, maka dosanya itu lebih mempunyai harapan untuk diampuni. Tanda kesungguhan penyesalan itu adalah: hati yang menjadi peka, serta air mata yang deras mengalir. Dalam atsar disebutkan:

“Bertemanlah dengan orang-orang yang suka bertaubat, kerana mereka mempunyai hati yang paling halus”.

Dan di antara tanda-tandanya adalah: kepedihan dosa itu menempati perasaan kenikmatan melaksanakan dosa dalam hati. Sehingga kecenderungan untuk bermaksiat itu akan menjadi kebencian terhadapnya, serta keinginan itu menjadi penghindaran. Dalam Israiliat dikatakan: bahwa Allah SWT berfirman kepada sebahagian nabi-Nya. Ia meminta kepada Allah SWT untuk mengabulkan taubat seorang hamba, setelah ia selama beberapa tahun beribadah dengan khusyu’, namun taubatnya tak kunjung diterima. Dan Allah SWT berfirman: “Demi kemuliaan dan Keagungan-Ku, meskipun seluruh penghuni langit dan bumi meminta agar Aku terima taubatnya, nescaya tidak akan Aku penuhi, selama perasaan kenikmatan melakukan dosa dalam hatinya masih bersemayam.” Sedangkan keinginan yang timbul darinya itu, adalah keinginan untuk menebus apa yang telah ia langgar. Dan ia mempunyai hubungan dengan keadaan saat ini, yaitu ia harus meninggalkan seluruhnya apa yang dilarang yang masih ia lakukan, serta melakukan seluruh kewajiban yang menjadi kewajibannya, secepatnya. Ia juga mempunyai kaitan dengan masa lalu, yaitu menebus apa yang telah ia langgar. Sedangkan bagi masa depannya, ia harus dalam ketaatan, serta selalu meninggalkan kemaksiatan hingga akhir hayatnya.

Menyelesaikan Hak-hak Allah SWT
Syarat keabsahan taubat yang berkaitan dengan masa lalu adalah: agar ia melayangkan pandangannya kembali ke masa lalunya, pada hari pertama ia mencapai usia baligh, kemudian ia meneliti masa-masa lalu dari usianya itu tahun pertahun, bulan perbulan, hari perhari dan setiap tarikan nafas yang telah ia lakukan. Kemudian ia melihat ketaatan yang menjadi kewajibannya: apa yang tidak ia kerjakan? Kemudian kepada kemaksiatan: apa yang telah ia lakukan dari kemaksiatan itu?

Jika ia pernah meninggalkan solat atau tidak melengkapi suatu syarat keabsahan shalat itu, hendaklah ia mengqadha shalatnya itu. Dan jika ia ragu bilangan solat yang telah ia tinggalkan, maka ia dapat menghitung dari masa balighnya, kemudian menghitung yang yang telah ia tunaikan, dan mengqadha sisa solat yang pernah ia tinggalkan. Dalam hal ini hendaknya ia mengambil prasangka kuatnya. Dan itu dapat dicapai dengan betul-betul meneliti secara serius.

Sedangkan puasa, jika ia telah meninggalkan puasa itu dalam perjalanan atau saat ia sakit. Atau jika perempuan, ia membatalkan puasanya kerana mengalami haidh (atau nifas) dan belum ia tunaikan, maka hendaknya ia menghitung jumlah yang telah ia tinggalkan itu dengan betul-betul, kemudian mengqadhanya. Tentang zakat, hendaknya ia menghitung seluruh hartanya dan bilangan tahun dia mulai memiliki harta itu — tidak dari masa balighnya, kerana zakat itu telah wajib semenjak dimilikinya harta itu, meskipun orang itu adalah seorang bayi [Ini adalah pendapat jumhur imam-imam dan ini pula yang aku rajihkan dalam kitabku: Fiqhu Zakat.] — kemudian ia menunaikan apa yang ia yakini sebagai kewajibannya.

Sedangkan masalah haji, jika ia pernah memiliki kemampuan untuk menunaikan haji itu dalam beberapa tahun yang lalu, namun saat itu ia tidak mengerjakannya, sedangkan saat ini ia tidak memiliki harta yang cukup, maka ia tetap harus mengerjakannya. Jika ia tidak mampu kerana hartanya memang sudah habis, maka harus mengusahakannya dengan usaha yang halal sekadar biaya haji itu. Jika ia tidak memiliki pekerjaan, juga harta, maka ia hendaknya meminta kepada manusia agar memberikan dari zakat atau sedekah sehingga ia dapat menunaikan haji. Dan jika ia mati sebelum melaksanakan haji maka ia mati dalam keadaan maksiat. Kerana ketidakmampuan yang datang setelah adanya kemampuan untuk haji itu, tidak menghapus kewajiban haji baginya. Inilah cara ia meneliti kewajiban yang menjadi tugasnya serta bagaimana menebusnya.
Tentang kemaksiatan, ia harus meneliti dari awal balighnya: kemaksiatan apa yang dilakukan oleh pendengarannya, matanya, lidahnya, perutnya, tangannya, kakinya, kemaluannya, dan seluruh anggota badannya. Kemudian ia teliti seluruh jam dan waktu-waktu yang telah ia lewati, kemudian ia menguraikan secara terperinci kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Baik yang kecil maupun yang besar.

Kemudian di antara kemaksiatan yang dia lakukan itu, ia menelitinya kembali; jika kemaksiatan yang ia lakukan itu adalah antara dia dan Allah SWT saja serta tidak berkaitan dengan kezaliman kepada manusia, seperti melihat wanita bukan mahram, duduk di masjid dalam keadaan junub, menyentuh mushaf tidak dengan wudhu, beri’tiqad dengan i’tiqad bid’ah, meminum khamar, mendengarkan perkataan yang buruk dan lainnya yang tidak berkaitan dengan kezaliman kepada manusia;

Taubat untuk kemaksiatan ini adalah dengan menyesal dan merasa rugi atas perbuatannya itu, dan dengan mengukur kadar kebesaran dan masa yang telah ia lakukan, kemudian ia melakukan bagi setiap kemaksiatan itu suatu kebaikan yang setaraf dengannya. Dan ia melakukan kebaikan itu sesuai dengan jumlah kemaksiatan yang telah ia lakukan. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw :

“Bertaqwalah kepada Allah SWT di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk (dosa) dengan perbuatan yang baik nescaya ia akan menghapusnya” [Hadis diriwayatkan oleh Tirmizi dari Abi Dzar dan ia mensahihkannya dan sebelumnya hadis ini telah disebut.]

Juga firman Allah SWT :
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” [QS. Huud: 114.].

Dosa mendengar sesuatu yang haram, dapat dihapuskan dengan mendengarkan al Qur’an dan majlis zikir. Dosa duduk di masjid dalam keadaan junub dihapuskan dengan beri’tikaf di dalamnya sambil beribadah. Dosa menyentuh mushaf dengn tanpa wudhu ditebus dengan memuliakan mushaf dan banyak membacanya. Juga dengan menulis mushaf dan memberikan wakaf mushaf. Dosa meminum khamar ditebus dengan bersedekah minuman yang halal yang lebih baik dan lebih ia sukai.

Menyebutkan seluruh kemaksiatan adalah tidak mungkin di sini. Namun yang dimaksud adalah mengerjakan kebaikan yang sebaliknya dengan dosa itu. Kerana suatu sakit diubati dengan lawannya. Dan suatu kegelapan yang bersarang dalam hati kerana kemaksiatan yang ia kerjakan tidak dapat dihapus kecuali oleh cahaya yang naik ke hati itu dengan kebaikan yang sebaliknya. Dan yang sebaliknya itu adalah lawan yang sejajar keburukan itu. Oleh kerana itu, setiap keburukan harus dihapuskan dengan kebaikan yang sejenisnya, namun yang sebaliknya.

Kerana sesuatu yang putih dihilangkan dengan warna hitam, bukan dengan dingin atau panas. Cara seperti ini, jika dilaksanakan dengan tekun untuk menghapus dosa, maka akan mempunyai kesempatan besar untuk berhasil. Dibandingkan hanya menekuni satu macam bentuk ibadah tertentu, meskipun itu juga dapat turut menghapus dosamya. Ini adalah hukum antara dia dengan Allah SWT. Sebagai dalil bahwa sesuatu dihapuskan dengan lawannya adalah: cinta dunia adalah pangkal seluruh kesalahan. Dan pengaruh cinta dunia dalam hati adalah: menyenangi dunia itu serta merindukannya. Maka tidak aneh jika suatu kesulitan yang membebani seorang muslim sehingga hatinya membenci dunia, menjadi kaffarat (penghapus) cinta dunia itu. Kerana dengan kesulitan dan kesusahan itu hatinya akan menjauh dari dunia.

Wednesday, October 20, 2010

Hati yang Indah



Dengan namaMu yang Maha Agung lagi Maha Tinggi,
Ku ziarahi hati-hati yang Engkau limpahi kasih Ilahi...,
Moga ini Engkau redhai sebagai amal soleh.

Wahai setiap hati yang sentiasa diperhati,
Sentiasalah melaraskan kedudukan hatimu di landasan iman dan taqwa;
"Iaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram".(QS AR-R'ad:28)

Hati...,sesuatu yang unik kewujudannya. Mempunyai bentuk yang nyata..., juga memiliki rasa.
Sebagai salah satu organ, juga sebagai salah satu sifat yang memenuhi perasaan. Bila dilihat sebagai organ, hati yang sehat akan mempengaruhi kesehatan jasad seluruhnya. Bila hati mengalami kecederaan atau diserang penyakit, kesihatan seluruh tubuh turut terganggu.
Bila disebut tentang hati yang bersaudara kembar dengan jiwa, ianya akan berkait rapat dengan perasaan. Hati yang baik dan sejahtera akan memberi perasaan tenteram dan membentuk watak mulia dan bersopan. Kedua-dua bentuk hati ini tetap punya kesan besar dalam kehidupan insan. Sehat hati, sehatlah jasad dan mulia peribadi.




Dalam memenuhi tanggungjawab berubudiyah serta melaksanakan peranan sebagai khalifah Allah, kita perlu memiliki hati tulus dan ikhlas. Tulus tanpa sebarang kepentingan peribadi. Ikhlas semata-mata mengharap redha Allah. Inilah gambaran hati yang sungguh indah. Kebaikannya akan membawa manfaat kepada hidup insan lain.

Hati yang indah ini juga bermaksud hati yang ikhlas. Tanda-tandanya dapat dilihat;
1.Takutkan kemasyhuran.
Ibrahim bin Adham berkata: "Orang yang cintakan kemasyhuran tidak berlaku benar terhadap Allah".
Fudhahil bin'Iyad berkata: "Jika kamu boleh membuatkan kamu tidak dikenali, maka lakukanlah.Apa salahnya jika kamu tidak dikenali? Apa salahnya jika kamu tidak dipuji? Apa salahnya jika kamu dikeji oleh manusia tetapi dipuji di sisi Allah?".
Bisyr Al-Hafiy berkata: "Tidak akan merasakan manis kehidupan akhirat orang yang suka terkenal di tengah-tengah kalangan manusia".
2. Sentiasa khuatir amalan diri tidak Allah terima jika ada riyak menyusup tanpa disedari.
3. Beramal diam-diam secara sembunyi dari publisiti.
4. Tidak asyik dan mengharapkan pujian.
5. Tidak kedekut memuji orang lain yang berhak dipuji.
6. Melaksnakan tanggungjawab khalifah Allah tanpa mengharap pengiktirafan ketokohan juga sebarang jawatan kepimpinan.
7.Mencari keredhaan Allah, bukan redha manusia.
8. Redha dan marah kerana Allah semata-mata.
9. Sabar di sepanjang jalan hidup.
10. Merasa senang sekiranya ada orang lain yang turut bergabung keupayaan dalam melaksanakan amanah Allah.
11. Menghindari ujub dan bangga diri.
12. Terus-menerus menjalani proses pembersihan diri dan nafsu.



Wahai hati-hati yang sentiasa hajatkan ketulusan hakiki,
Isi masamu memperkemas dan memantapkan keikhlasan;
1. Ilmu yang mendalam berkaitan pebinaan ikhlas dan praktiknya.
2. Bersahabat dengan orang-orang yang ikhlas.
3. Membaca sejarah orang-orang yang mukhlis.
4. Mujahadah melawan nafsu.
5. Sentiasa berdoa memohon pertolongan Allah dalam apa jua keadaan.

Merenungi hakikat ikhlas ini...,membuat diri kerdil ini merasai betapa Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah kepada setiap hambaNya. Bagi diriku... sepanjang jalan hidupku terasa seperti tercampak dan terbuang , namun alam yang luas Allah bentangkan sebagai rahmat. Asal saja mengambil Islam sepenuhnya sebagai sebaik-baik cara hidup. Justru hati diserahkan untuk dididik dan dibersihkan di dalam wadah amar maaruf nahi munkar, terasalah kini betapa Maha Suci kasih Allah Rabbul 'Izati.

Semoga kita semua kekal ke akhir hayat di dalam hidayahNya...
"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada RabbMu dalam redha dan diredhai. Maka oleh itu masuklah dalam golongan hamba-hambaKu. Dan silalah masuk ke dalam syurgaKu".


Berhati-hati menjaga hati



Kejahatan itu bukan satu kebetulan. Ia adalah satu kebiasaan yang terbentuk perlahan-lahan, tahap demi tahap. Pertama kali terbuat dosa, hati akan diburu rasa bersalah. Jiwa resah kerana diri menentang fitrah. Kesalnya bukan main. Sesalnya sungguh merimaskan. Rasa bersalah itu memang resah. Benarlah seperti yang sering diungkapkan, apabila manusia berdosa dia bukan sahaja menentang Allah tetapi juga menentang dirinya sendiri.

Namun rasa berdosa itu tidak lama. Jika dosa yang sama dibuat kali kedua, ketiga dan seterusnya… rasa bersalah itu akan hilang. Sedikit demi sedikit. Lalu akhirnya, hati itu telah terbiasa dengan dosa. Rasa bersalah tidak muncul lagi. Ia sirna dimamah oleh dosa demi dosa. Jika dulu ada air mata yang mengalir kerana kekesalan dan penyesalan… tetapi di tahap kedua ini, tiada air mata lagi. Alah bisa tegal biasa. Hati telah tega untuk berdosa.

Dosa itu racun yang disalut kemanisan. Dosa yang dizalimi tidak akan terhenti kesannya pada hati. Dari tahap terbiasa dengan dosa, kederhakaan meningkat lebih parah lagi. Tibalah hati pada tahap ketiga, yakni seronok dan rasa indah dengan dosa. Diri sentiasa mengintai peluang dan ruang untuk melakukannya. Rasa ketagih dengan maksiat, rasa gian dengan kemungkaran, mencengkam hati dan diri. Racun dosa terasa nikmatnya. Tiada lagi rasa bersalah. Bisa dosa yang terbiasa menjelma menjadi fatamorgana nikmat yang tiada taranya.
Nafsu tiada pernah puas. Kehendaknya tiada batas. Syaitan tidak pernah tidur. Usahanya tidak pernah kendur. Lalu apabila syaitan meluncur laju di lebuh raya nafsu, diri yang seronok dengan dosa itu dirasuk untuk ‘maju’ setapak lagi. Itulah tahap keempat yang lebih dahsyat dan sesat. Keseronokan dosa menjadikan si berdosa itu pembela dan pejuangnya. Dosa dipromosi dan dihiasi sebagai jalan kebenaran dan denai keindahan. Jangan ada pembela agama yang bercakap tentang akhirat dan kiamat… pejuang dosa itu pun bangun menentangnya dengan seluruh upaya dan kudrat.
Justeru wahai diri, berhati-hatilah dengan dosa. Jangan tertipu oleh kecil atau remehnya suatu kederhakaan. Ingat, tusukan dosa bukan seperti belati yang membunuh tiba-tiba, tetapi ia umpama api dalam sekam yang membara dalam diam. Keterlanjuran kali pertama jangan disusuli oleh kesengajaan kali kedua. Kelak akan menyusul perancangan dan perjuangan atas nama dosa.
Wahai diri… ketika rasa bersalah singgah di dalam hati pada kali pertama kau berdosa, ketahuilah itu adalah ‘peringatan’ yang Allah bekalkan secara tabii untuk menjaga fitrah insani. Itu petanda yang hatimu masih hidup. Bukankah penyesalan itu syarat taubat? Maka susulilah dengan syarat kedua dan ketiga (jika dosa itu dengan Allah). Jika dosa itu dengan manusia, tambahlah lagi syarat yang keempat. Tidak mengapa jika kau terlanjur lagi berdosa selepas itu. Bertaubatlah kembali. Hatimu akan hidup lagi. Selagi ada rasa bersalah, selagi itulah ada saranan untuk kembali kepada Allah. Jangan putus asa oleh taubat yang patah, kerana kasih sayang Allah akan menumbuhkan taubat kali kedua, ketiga dan seterusnya.
Wahai diri, biarlah dirimu jatuh bangun, merangkak tegak, dalam taubat demi taubat yang tidak ‘menjadi’ berbanding larian dosa yang maju dan laju tanpa henti-henti. Lebih baik terbentur, daripada patah. Lebih baik hatimu selalu terdera oleh rasa berdosa sepanjang hayat, daripada tertipu oleh ‘nikmatnya’ yang menyebabkan seksa selamanya di akhirat.
Wahai diri, ingatlah… sekalipun kau berhijab daripada mengecapi nikmat ketaatan, tapi jangan sampai kau tertipu oleh nikmat kejahatan. Berhati-hatilah menjaga hati. Tidak mengapa kau selalu menangis kerana dosa… tetapi jangan sampai kau tersenyum kerananya! Ingatlah selalu, kejahatan yang menyebabkan kau menangis, lebih baik daripada kebaikan yang menimbulkan rasa takbur!

source: http://www.islamictazkirah.com/tazkirah/berhati-hatilah-menjaga-hati?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed:+islamictazkirah+(TAZKIRAH)

Monday, October 18, 2010

Kunci Kebahagiaan: Mengenal Erti Sebenar Sebuah Kehidupan



"Dalam kehidupan ini, orang yang paling bahagia ialah, orang yang tahu tujuan sebenar sebuah kehidupan"

Apabila seseorang mengetahui, bahawasanya hidup ini suatu perjalanan, pasti dia perlu mengetahui juga, apakah tujuan sebuah perjalanan ini? Jika tidak, dia ibarat seorang musafir yang tersesat di tengah-tengah gurun sahara, yang tidak tahu ke mana ingin dituju.

Hakikat yang tidak dapat dinafikan ialah, seseorang lahir ke dunia, tidak pernah atas kehendak dan pilihannya sendiri. Dia tidak wujud di dunia ini, atas keinginannya untuk hidup. Suatu hari nanti juga, dia tidak pernah mati atas pilihannya sendiri, tetapi ajal yang menjemputnya pergi.

Jadi, sudah pasti, orang yang berakal, mampu memahami di sebalik hakikat ini, bahawasanya, ada Sang Maha Pencipta, yang sebenarnya mengatur kehidupannya. DIALAH yang menciptakannya, dan seluruh alam ini. Apa yang pasti, DIALAH juga yang menganugerahkan kepadanya sebuah kehidupan, yang penuh dengan nilai yang diletakkan olehNya.

DIALAH ALLAH (هو الله)

DIALAH ALLAH… Dialah Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Dialah yang menciptakan manusia dan kehidupan mereka, demi sebuah nilai yang agung. Dialah Allah s.w.t., di sebalik apa yang kamu perhatikan daripada seluruh alam ini.

Allah s.w.t. berfirman mengenai hal ini:

Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian Dialah mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah mengalirkan (pula) bagimu sungai-sungai. [32.] Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Dia juga telah menundukkan bagimu malam dan siang. [33.] Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). [34] (Surah Ibrahim: 32-34)

Ayat ini mengajak manusia merenung sejenak, suatu hakikat di sebalik sebuah perjalanan kehidupan manusia, dan di sebalik keindahan alam yang menjadi medan perjalanan kehidupan mereka. Ayat ini menyeru ke arah kefahaman yang sebenar tentang hakikat diri manusia dan seluruh alam di sekeliling manusia ini.

Hakikatnya, di sebalik seluruh alam ini, wujud Allah s.w.t., Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dan mentadbirkan seluruh alam ini. Dialah Tuhan yang Maha Berkuasa, yang mana, seluruh kewujudan alam ini, merupakan antara bukti kewujudan dan keagunganNya.

Alam yang penuh keindahan, serta sistem cakerawala yang sungguh tertib dan tersusun, menjadi petunjuk kepada kewujudan dan keagungan Allah s.w.t., Tuhan yang menciptakan sekalian alam, termasuklah manusia. Namun, hanya orang-orang yang berakal sahaja, yang mampu merenungkan bahawasanya, seluruh alam ini, merupakan bukti kewujudan dan keagungan Allah s.w.t..

Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis haiwan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Surah Al-Baqarah: 164)

Dalam ayat ini, Allah s.w.t. menjelaskan bahawa, dalam seluruh kejadian alam ini, ada petanda yang menunjukkan akan kebesaran dan keagungan Allah s.w.t., bagi orang-orang yang mahu memikirkannya dan merenungkannya.

Adapun orang-orang yang leka dengan kepalsuan duniawi, dan sibuk bertuhankan hawa nafsu sendiri, pasti tidak mahu mengerti dan merenungi bahawasanya, di sebalik kejadian alam ini, wujudnya Allah s.w.t. yang merupakan Tuhan yang Menciptakan segala-galanya termasuklah diri mereka sendiri.

Golongan yang cuba mengingkari hakikat bahawasanya di sebalik kewujudan diri mereka, dan di sebalik kewujudan seluruh alam ini, ada Tuhan yang Maha Pencipta, iaitu Allah s.w.t., mereka sebenarnya cuba melawan fitrah diri mereka sendiri yang sememangnya mengakui wujudnya Allah s.w.t di sebalik kehidupan mereka.




 


Design by: Blogger XML Skins | Distributed by: Blogger Templates | Sponsored by Application Monitoring